Pria bersetelan jas dengan kepala menunduk

Halaman Depan Koran Tempo 1 Oktober 2014 dan foto Michael Corleone (Al Pacino) dalam film The Godfather.

Halaman Depan Koran Tempo 1 Oktober 2014 dan foto Michael Corleone (Al Pacino) dalam film The Godfather.

Pagi 1 Oktober 2014. Saat melewati Ruang Loby kantor, mata saya langsung melihat-lihat gantungan koran-koran terbaru. Namun yang benar-benar mencuri perhatian adalah ilustrasi halaman depan Koran Tempo.

Ilustrasi itu terasa memanggil. (Halah lebayyyyy….)

Setelah melihat dengan seksama (tanpa membaca isi beritanya), entah kenapa terasa begitu yakin pernah melihat gambar itu dalam versi yang lain. Terasa begitu familiar.

Familiar sekaligus janggal. Tak lumrah orang pakai setelan jas, duduk di sofa namun dengan kepala menunduk. Aneh.

Sambil mengingat-ingat kembali, saya menaruh koran di tempat semula dan langsung menuju meja kerja. Saya tak langsung menyalakan komputer, sejenak hanya duduk-duduk saja sambil melihat langit-langit ruangan.

Sekitar lima menit kemudian. Tiba-tiba saya menemukan kata kunci. Saya langsung menghidupkan PC dan Googling dengan mengetikkan, “Michael Corleone, The Godfather” di Google Images. Dan menemukan gambar di atas pada tautan ini.

Melihat gambar itu saya penasaran dan kembali mengambil Koran Tempo di Ruang Loby (Untung belum ada yang ngambil untuk baca). Setelah saya lihat sekali lagi, ternyata kejanggalannya pada posisi kepalanya yang dibuat menunduk oleh ilustrator Koran Tempo.

Posisi duduknya nyaris sama, mulai dari letak tangan dan bentuk jari, hingga pose kaki. Juga bentuk tekstur jas, dasi, dan celana.

Setelah itu, saya hanya tersenyum setelah membaca judul HL nya; “Pelantikan DPR 2014-2019: Wakil Rakyat Rp 2,9 Triliun”. Ilustrasi yang berani, keren, sarat simbol dan makna yang dimuat pada 1 Oktober. Di hari yang bersamaan dengan prosesi pelantikan anggota DPR RI yang baru dan peringatan Hari Kesaktian Pancasila.


“Tentang Kemerdekaan” di Hari Kemerdekaan

Sebuah kebetulan membawa saya dalam perayaan 69 tahun kemerdekaan Indonesia. Perayaan kemerdekaan yang bagi saya menggetarkan dan unik sekaligus. Peringatan di alam terbuka, dengan peserta menggunakan kaos oblong, celana pendek, sandal gunung, peserta yang baru bangun tidur, ada juga yang belum mandi. Upacara tanpa aturan berbaris meski lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Perayaan tanpa tembakan salvo atau dentuman meriam. Yang mengagetkan saya, deklamasi puisi “Tentang Kemerdekaan” usai Naskah Proklamasi dibacakan. Lanjutkan membaca


Logaritma Cinta

Dalam video di atas, Amy Webb, hanya bercerita bagaimana dia mendapatkan jodohnya yang kini menjadi ayah dari putrinya, Petra. Bagi saya ini kisah biasa, tapi konteks biasanya tentu bagi mereka sudah dan pernah menikah—saya hanya membayangkan saja sih. Yang menarik, dari yang diuraikan adalah cara dia mendapatkan pasangan hidupnya dengan menggunakan perhitungan matematika dan mempercayai ada logaritma untuk cinta. Lanjutkan membaca


Garis Batas: Kemasygulan atas Identitas

GARIS BATAS, PERJALANAN DI NEGERI-NEGERI

ASIA TENGAH

Editor: Hetih Rusli

Pengarang: Agustinus Wibowo

Cetakan: III, Juli 2011

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tebal: xiv, 510

Sekurang-kurangnya, ada dua cara yang sangat terbuka dalam membaca dan menikmati buku ini. Pertama, bagaimana melihat buku ini sebagai sebuah catatan perjalanan. Petualangan seorang Agustinus Wibowo dalam mengunjungi negeri-negeri asing kawasan Asia Tengah—Tajikistan, Kirgizstan, Uzbekistan, Kazakhstan dan Turkmenistan—yang kesemuanya adalah bekas koloni Uni Soviet dan lokasinya saling berdekatan dalam peta. Lawatan yang tidak hanya sekadar lewat, perjalanan yang tidak hanya tertib dengan rute yang telah direncanakan, juga menikmati lokasi tujuan begitu dihindari sekalipun. Lanjutkan membaca


Syakban, Jelang Agustus dan Ramadan

Ada yang terasa lain dengan sudah terlewatinya setengah bulan dari Syakban. Terutama di lingkungan kos saya di Concat, Sleman, Yogya. Hal yang paling kentara saya rasakan adalah kumandang azan yang begitu merdu, lain dari biasanya. Mungkin muazzinnya sudah diganti dari biasanya terdengar datar, lebih-lebih saat azan subuh. Hal lainnya adalah, begitu kerap lantunan ayat suci Alquran terdengar lewat Toa masjid.

Dan ingatan saya tentang pertengahan Syakban akan langsung tertuju masa-masa SD dulu, terutama saat mengaji di pesantren kampung. Dengan masuknya Nisfu Syakban—pertengahan bulan Syakban dalam kalender hijriah—kami yang mengaji sedang menanti libur mengaji di pesantren hingga usai Idul Fitri. Pesantren saya biasanya melakukan prosesi Syakban yang dibarengi dengan acara khataman Alquran. Lanjutkan membaca


Momentum Newton

MISTERI APEL NEWTON: KISAH PERGULATAN SEORANG ISAAC NEWTON
Judul Asli: Isaac Newton
Penulis: James Gleick
Penerjemah: Bogie Soedjatmiko
Penerbit: Mizan, Bandung
Cetakan : I, Desember 2006
Tebal: 360 Halaman + indeks

“… Kita semua adalah Newtonian yang penuh semangat dan setia, ketika kita membicarakan gaya dan massa, aksi dan reaksi; ketika kita mengatakan bahwa tim olahraga atau seorang kandidat pemilu memiliki momentum; ketika kita mengomentari tentang kelembaman dari tradisi atau birokrasi; dan ketika kita membentangkan tangan dan merasakan gaya gravitasi yang menarik tangan-tangan kita ke bawah ….”
James Gleick

Newton bukan hanya hukum dan pengetahuan semata. Namun telah menjadi keyakinan yang telah mendaging dalam pikiran. Hal ini kita rasakan secara langsung maupun tidak. Newton yakin, bila semua benda dalam semesta ini punya momentumnya (perjalanan, laju) sendiri, begitu pun dengan perputaran kehidupan di bumi ini. Lanjutkan membaca


Sabar

Sebaiknya menunjukkan kesabaran bukan dengan cara diwartakan. Semestinya bagaimana hati merasakan. Bukan dengan rasa berkeluh kesah, apalagi dengan kecaman, celaan, dan hujatan yang tak berkesudahan.

Saya mungkin belum pernah merasakan sabar yang semestinya. Atau jangan-jangan saya tidak mengerti apa itu makna sabar. Mungkin saja sabar yang terpacak dalam pikiran hanyalah sabar yang berupa slogan, fameo, atau hanya semboyan semata. Entahlah. Lanjutkan membaca


Bab

Lebih menjengahkan jika kata tersebut ditambahkan dengan angka; satu, dua, tiga, dan seterusnya. Dari komposisi kata dan pelafalannya, kata tersebut sangat metodik-sistematik. Di awali dan di akhiri dengan huruf yang sama: b. Namun yang sering terjadi dengan kata tersebut saat dibahas oleh para “polisi bab” jauh dari semua itu, lebih intuitif.

Terlalu berjibun makna bab dalam bahasa indonesia. Mulai dari, bagian isi buku, babak, hal, ikhwal dan arti yang lainnya. Kali ini saya lebih setuju jika bab saya artikan sebagai masalah. Bukan masalah akan isinya. Masalah yang justru di luar dari spektrum kata itu. Sebab masalah dalam bab itu sendiri akan selalu terkait, itulah yang saya alami. Walaupun demikian ini bukan pengalaman yang metodik-sistematik. Lanjutkan membaca


Beribadah ke Apotek

Baru terasa ada banyak manfaat jika kost berdekatan dengan Apotek. Terutama beberapa minggu terakhir ini. Sakit yang tak kunjung menjauh. Mulai dari pilek, flu, hingga yang tak terdeteksi saat diagnosa.

Bila dari kesekian penyakit itu meradang, saya akan segera mengayunkan kaki ke apotek sebelah, yang jaraknya hanya selemparan batu. Pada petugasnya cukup hanya bilangin gejala-gejala yang dirasakan. Bila petugas apotek tersebut sudah berpengalaman, maka rekomendasi obat akan keluar lengkap dengan nama dan berapa kali ditenggak. Berbeda jika petugasnya masih magang, ia akan bertanya pada temennya, untuk pertimbangan. Lanjutkan membaca