Bab

Lebih menjengahkan jika kata tersebut ditambahkan dengan angka; satu, dua, tiga, dan seterusnya. Dari komposisi kata dan pelafalannya, kata tersebut sangat metodik-sistematik. Di awali dan di akhiri dengan huruf yang sama: b. Namun yang sering terjadi dengan kata tersebut saat dibahas oleh para “polisi bab” jauh dari semua itu, lebih intuitif.

Terlalu berjibun makna bab dalam bahasa indonesia. Mulai dari, bagian isi buku, babak, hal, ikhwal dan arti yang lainnya. Kali ini saya lebih setuju jika bab saya artikan sebagai masalah. Bukan masalah akan isinya. Masalah yang justru di luar dari spektrum kata itu. Sebab masalah dalam bab itu sendiri akan selalu terkait, itulah yang saya alami. Walaupun demikian ini bukan pengalaman yang metodik-sistematik.

Masalah isi bab mungkin bisa diakali dengan berjebah cara. Toh para “polisi bab” tidak akan membaca isinya dengan khidmat, apalagi berharap mereka akan khusuk mendarasnya. Tidak, sekali lagi tidak. Hanya diterawang jumlah bab dan angka yang tertera di belakangnya. Bahkan pertanyaan yang terlontar pascaterawang akan memunculkan pertanyaan di luar kata itu sendiri. Misal, kenapa kamu tidak pernah muncul, kok lama sekali datangnya? Pertanyaan-pertanyaan yang lebih intuitif daripada pertanyaan yang metodik-sistematik. Itulah metode tebakan bab yang dikira menghasilkan perkiraan yang ilmiah.

Saya tidak berharap pertanyaan bab dimulai dari yang bersifat metodik-sistematik. Saya juga tidak bakalan senang, karena saya percaya jika pertanyaan dimulai dari yang metodik, menandakan ketidaktahuannya. Percayalah ia tidak tahu perkara bab, karena itu ia menanyakannya.

Jika pertanyaan yang intuitif dan metodik saja tidak bisa diterima, bagaimana seharusnya? Maka saya akan memberikan usul pada “polisi bab”, agar segera keluar dari dua arketipe pertanyaan tersebut. Menggabungkan keduanya, bukan mendamaikan justru akan membingungkan.

Namun pertanyaan itu akan menyihir saya jika kata bab itu dipahami oleh “polisi bab” sebagai kata seksi. Yah, bab itu seksi. Jika pikiran sudah diawali dan dibarengi dengan laku yang seksi, maka pertanyaan yang keluar tentu tak jauh dari kata yang cantik nan elok. Pertanyaan yang cendayam akan membuat si penghayat bab terpesona.

“Kamu yakin dengan apa yang kamu susun dalam bab dan angka yang terbundel ini?”. Bila kata seksi itu benar-benar dihayati maka, belum sempat saya jawab, malah pertanyaan berikutnya menyusul dengan parau, “Jika kamu yakin, kapan kamu siap untuk mengujikannya di hadapan kami?”. Apa itu kurang seksi? Jika benar demikian saya tidak akan angkat bicara, cukup menganggukkan kepala sebagai bentuk ungkapan tergoda karena terangsang.

Yogya, 20 Juli 2010


Tinggalkan komentar